Mahasiswa, Mari Kita “Membaca”!

[Dimuat di Buletin Ukadz, Edisi VIII/15 November 2007]

Bisa disimpulkan dunia mahasiswa adalah dunia membaca. Sebuah dunia yang simpel tapi mengesankan. Simpel karena membaca bukan pekerjaan memberatkan, modalnya cuma buku yang cukup ringan dibawa tangan, mengesankan karena isi buku memberi kita nilai pengetahuan, merubah otak kita jadi bermutu.

Membaca tidak akan menganggu aktivitas kita sehari-hari. Kita bisa melakukannya tanpa perlu menundah agenda lain yang kebetulan berbarengan ketika kita sedang membaca. Kita bisa membaca sambil tidur-tiduran, ketika naik bus, nunggu giliran tobur, saat ngafe dan lain sebagainya.

Membaca tak ubahnya proses menemukan perspektif baru untuk meng-“upgrade” perspektif lama yang ada di intelek kita. Ketika seseorang membuka buku dan membacanya ia harus “sadar” bahwa dirinya siap digugat oleh perspektif baru yang tak diketahuinya. Dengan begitu pengetahuannya semakin bertambah.

Beruntunglah kita yang maniak baca, balasannya pasti ada. Ia berhak menciduk ilmu di buku yang ia baca. Keuntungan membaca merubah hidup kita serasa penuh wawasan. Pengetahuan yang kita kumpulkan dari bahan bacaan akan memperkaya akses keintelektualan kita.

Di negeri kaya literatur ini, naluriah kemahasiswaan kita yang haus ilmu sebaiknya digunakan untuk membaca buku sebanyak-banyaknya. Di mana lagi ada kesempatan terbaik untuk membaca selain di sini. Mumpung hidup di Mesir. Jangan sampai kesempatan singkat kita terlewat sebelum membaca literarturnya.

Anis Manshur, penulis produktif Mesir, menilai membaca adalah ruh kehidupan, untuk itu ia tekun membaca setiap hari. Masa mudanya dibuat untuk membaca; habis lahap satu buku pindah ke buku lain. Membaca buku ibarat orang bernafas yang membuatnya tetap bertahan hidup. Baginya, orang yang tidak membaca samahalnya tak bernafas, alias mati. Anis mengakui agar orang terus hidup ia wajib membaca.

Manfaat membaca membuat seseorang kaya wawasan dan luas cakrawala. Tak ada orang ada kaya ide dan gagasan kecuali diawali dengar gemar membaca. Figur Anis Manshur kecil, dalam buku Âsyû fî Hayâtî (Mereka yang ada di Kehidupanku) bercerita hari-hari dininya dihabiskan bersama buku. Ia selalu sibuk membaca.

Di usia senjanya sekarang, ide Anis mengalir dengan derasnya di koran-koran Cairo. Beliau menjadi kolomnis tetap di harian Syarq al-Awsat. Dengan sadar semua kita mengakui bahwa ide Anis yang berhambur-hamburan itu adalah pancaran atas ketekunan dan banyaknya buku yang pernah ia baca di masa mudanya.

Menyadari akan urgensitas membaca, pemerintah Mesir tak jenuh-jenuh memasang iklan di berbagai tempat stategis memikat warga “gila” membaca. Sebab membaca adalah “obat mujarab” membuat seseorang jadi berpengetahuan. Itulah cara Mesir membangun peradaban negaranya.

Intinya, tidak boleh tidak mahasiswa harus membaca karena itu “dunia primordial” mereka. Identitas seorang mahasiswa dinilai sejauh mereka kreatif membaca. Apa arti mahasiswa kalau tidak membaca. Memang, akhir-akhir ini penegasan membaca bagi mahasiswa penting ditekankan, lebih penting lagi karena kurang 2 bulan kita siap-siap menghadapi ujian term pertama. Mari kita biasakan membaca.


Leave a comment